Hari ini genap kita memasuki tahun 1433 H. Peristiwa hijrah yang
terjadi 1431 tahun yang lampau itu menjadi tonggak awal peletakan
bilangan awal tahun baru islam yang dirayakan oleh hampir seluruh umat
Islam setiap tahunnya di seluruh dunia. Peristiwa ini mengingatkan dan
mewariskan kepada kita dua Gerakan Besar (Big Movement) yang pernah terjadi dalam transformasi pergerakan pembebasan umat islam ketika itu.
Pertama, pembebasan kelompok minoritas muslim dari dominasi sistem
pemikiran arab sebagai pengagum dan penyembah berhala; dan kedua,
pembebasan fisik dan psikis umat islam dari tekanan politik, embargo
ekonomi dan sosial kelompok dominan masyarakat arab kafir quraisy.
Kedua pola diatas nampaknya menjadi tesis perlunya ummat islam
melakukan hijrah pada masa itu sehingga wajah islam masih bisa survival
hingga hari ini. Inilah juga barangkali yang membedakan substansi nilai
dan dasar episemologi peringatan tahun baru hijriah dan tahun-tahun baru
di luar islam yang sering dirayakan oleh masyarakat pada umumnya.
Fenomena hijrah ini menjadi jelas menemukan pembenarannya untuk
selalu diperingati oleh ummat islam setiap tahunnya di seluruh dunia,
sebab nilai substansinya bukan hanya pada sekedar memperingati
pengalaman historis perjuangan agama-yang pernah dilalui dan diukir oleh
orang-orang yang terlebih dahulu masuk islam (al-sabiqun al-awwalun)pada
masa dahulu. Tapi, memperingati peristiwa hijrah ini akan menjadi
inspirasi dan motivasi tersendiri bagi ummat islam hari ini untuk
bersatu bergerak memulihkan kembali kekuatan energi kemurnian agama
islam sebagai ajaran tauhid.
selain itu, peristiwa hijrah juga dapat membangkitkan semula semangat
kesadaran internal ‘gerakan pembebasan’ ummat islam dari dominasi
sekuler pemikiran barat, keterkongkongan terhadap faham keagamaan yang
sempit, pelabelan sebagai agama teroris, pembebasan dari munculnya
gerakan fundamentalisme keagamaan dan beberapa bentuk kemunculan
kelompok keagamaan baru yang dianggap menyimpang dari ajaran islam yang
sebenarnya.
Secara historis, kalau kita telusuri penentuan dari beberapa
peringatan tahun baru yang peringatannya hampir bersamaan kali ini,
memiliki akar dan nilai dari sebuah produk warisan tradisi dan agama
yang mendasarinya; sama halnya dengan tahun baru islam. Tonggak awal
bilangan tahun masehi misalnya dimulai sejak kenaikan isa al-masih ke
langit yang memiliki nilai dan akar historis agama masehi (baca:
kristen), tahun baru cina yang berakar dari warisan tradisi cina
(timur), begitu pula tahun baru hijriyah yang merupakan produk dari
peristiwa hijrah perjuangan kelangsungan islam.
Justeru dari beberapa peringatan tahun baru kali ini terkesan
perayaannya telah termodifikasi dan semakin tidak menampakkan
identitasnya yang boleh membedakan nilai historisitas dari masing-masing
warisan tradisi dan keagamaan yang ada.
Kalau dicermati peringatan tahun baru hijrah kali ini yang alih-alih
hampir bersamaan waktu perayaannya dengan tahun baru yang lain, memiliki
corak yang hampir sama dalam aktivitas perayaannya dengan peringatan
tahun baru lainnya. Katakanlah misalnya di tahun baru masehi, tahun baru
china dan tahun baru islam, ramai orang mengucapkan dan menyampaikan
kado ucapan selamat tahun baru kepada keluarga dan handai taulannya baik
melalui pesanan ringkas maupun secara langsung, saling mengundang acara
makan-makan, dan tak jarang dalam perayaan tahun baru tertentu diadakan
pula berbagai pesta dan pementasan musik yang berlebihan yang tidak
sedikit produk hijrah (baca: Islam) turut ambil bagian di dalamnya.
Mestinya dari beberapa perayaan tahun baru ini diisi dengan
kegiatan-kegiatan ke arah yang boleh menggerakkan aktivitas yang lebih
bermakna dan mempersatukan. Malah kalau dilihat peringatan tahun baru
hijrah yang diadakan setiap tahunnya tidak memiliki nilai gerakan
pembebasan yang sama dengan peristiwa hijrah yang lampau dan hanya diisi
dengan kegiatan formal yang bersifat seremonial.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa perayaan tahun baru islam
seakan tidak lagi memiliki identitas sebagai produk hijrah. Keadaan ini
menjadi semakin jelas ketika peringatan tahun baru islam menjadi sangat
lemah semaraknya berbanding dengan peringatan tahun baru yang lain.
Padahal peringatan tahun baru islam mestinya jauh lebih semarak sebab
memiliki dasar historis dan epistemologis yang jelas dan mendalam
maknanya yang boleh dikembangkan dan diarahkan pada bentuk evaluasi
massal terhadap kondisi ummat islam saat ini yang bukan hanya semakin
teralienasi dan termarginalkan oleh kekuatan budaya asing sekuler barat,
tapi juga di lain sisi sudah mulai tercerabut dari akar historisnya.
No comments:
Post a Comment